Fatwa
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid
Soal:
Pertanyaan saya berkaitan dengan topik suatu khutbah
dimana seorang imam membahas tentang suatu kalimat. Beliau mengatakankalimat
syahadat memiliki syarat-syarat, dan para ulama juga telah menyebutkan
bahwasannya terdapat kurang lebih sembilan syarat-syarat kalimat syahadat,
sehingga dengannya manusia bisa masuk surga. Dan beliau juga berkata,
mengucapkan lafadz kalimat syahadat saja belumlah cukup.
Saya sangat ingin
mengetahui syarat-sarat ini. Beliau menyebutkan beberapa diantaranya: pertama;
ilmu tentang syahadat, kedua; yakin. Apakah Anda mengetahui tentang hal
tersebut? Bisakah Anda menyebutkan syarat-syarat yang lainnya? Saya sangat
menghargai bantuan Anda insyaAllah.
Jawab:
Segala puji milik Allah,
Mungkin yang Anda maksud dengan suatu kalimat adalah
kalimat tauhid, yakni dua kalimat syahadat (لا إله إلا الله محمد رسول الله,
tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah), dan ini juga yang dimaksudkan oleh khotib.
Dua kalimat syahadat memiliki beberapa syarat, yaitu:
1. Ilmu (العلم)
Maksudnya adalah ilmu tentang makna kalimat syahadat
yang mengandung peniadaan dan penetapan, yang menghilangkan kebodohan tentang
hal tersebut.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا
إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat
kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad:19)
إِلا مَنْ شَهِدَ
بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“…kecuali orang yang mengakui al-haq dan mereka
mengetahui (mengilmui).”(QS. Az-Zukhruf:86)
Al-haq di
sini maksudnya adalah kalimat laa ilaaha illallaah dan mereka
mengetahui (mengilmui) dengan hati mereka akan makna kalimat yang disebutkan
lisan mereka. Disebutkan dalam Shohih Bukhari, dari Utsman bin Affan radhiallahu’anhu berkata,
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
من مات وهو يعلم أنه لا
إله إلا الله دخل الجنة
“Barang siapa yang meninggal dan dia
mengetahui (mengilmui) bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah niscaya pasti masuk surga.”
2. Yakin (اليقين)
Maksudnya adalah keyakinan yang menghilangkan
keraguan, sehingga setiap orang yang mengucapkan kalimat syahadat yakin dengan
apa yang dikandung oleh kalimat tersebut secara pasti. Karena sesungguhnya
keimanan itu tidak akan bermanfaat kecuali dengan ilmu yang yakin, bukan
prasangka, maka bagaimana jika keraguan masuk kepadanya? (Tentu lebih tidak
bisa diterima-pent.)
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah,
mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurot:15)
Maka kebenaran iman kepada Allah dan Rasul-Nya
dipersyaratkan dengan keimanan yang tidak ada keraguan. Adapun orang yang ragu
termasuk golongan orang munafik, semoga Allah melindungi kita.
Dalam Shohih Bukhari, dari hadits Abu Hurairoh radhiallahu’anhu,
beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
أشهد أن لا إله إلا الله
وأني رسول الله ، لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما فيحجب عنه الجنة
“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan–Nya, tidaklah ada
seorang hamba yang berjumpa dengan Allah dengan kalimat tersebut tanpa keraguan
padanya maka surga akan melingkupinya (masuk surga).”
3. Menerima (القبول)
Maksudnya adalah menerima apa yang terkandung dari
kalimat syahadat tersebut dengan hati dan lisannya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
إلا عِبَادَ اللَّهِ
الْمُخْلَصِينَ أُولَئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ فَوَاكِهُ وَهُمْ مُكْرَمُونَ
فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
“…kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan
(dari dosa). Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu. Yaitu buah-buahan. Dan
mereka adalah orang-orang yang dimuliakan. Di dalam surga-surga yang penuh
nikmat.” (QS. Shoffat:40-43)
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ
فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آمِنُونَ
“Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia
memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah
orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.”
(QS. An-Naml:89)
Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Musa radhiallahu’anhu,
dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
مثل ما بعثني الله به من
الهدى والعلم كمثل الغيث الكثير أصاب أرضا فكان منها نقية قبلت الماء فأنبتت الكلأ
والعشب الكثير ، وكانت منها أجادب أمسكت الماء فنفع الله بها الناس فشربوا وسقوا
وزرعوا ، وأصاب منها طائفة أخرى إنما هي قيعان لا تمسك ماء ولا تنبت كلأ ، فذلك
مثل من فقه في دين الله ونفعه ما بعثني الله به فعلم وعلم ، ومثل من لم يرفع بذلك
رأسا ولم يقبل هدى الله الذي أرسلت به
“Sesungguhnya permisalan Allah Azza wa Jalla dengan
apa-apa yang ada padaku dari petunjuk dan ilmu ini adalah bagaikan hujan yang
membasahi bumi. Ada di antara bumi yang subur, ia dapat menerima air,
menumbuhkan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan yang banyak. Ada pula bumi yang
tidak subur, ia tidak dapat menerima air tesebut, namun Allah memberikan
manfaat bagi manusia, hingga mereka dapat minum darinya dan menggembalakan
ternaknya. Dan ada pula bumi lain yaitu padang pasir yang tidak bisa menerima
air dan tidak pula dapat menumbuhkan pohon-pohonan. Maka demikianlah permisalan
bagi siapa yang paham terhadap agama Allah dan dapat mengambil manfaat dari
apa-apa yang Allah mengutusku dengannya maka dia mengetahui dan mengajarkannya.
Dan permisalan bagi siapa yang tidak mengangkat kepalanya dengan hal itu dan
tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya”
4. Taat/patuh (الانقياد)
Maksudnya adalah kepatuhan terhadap apa yang dikandung
oleh kalimat syahadat dan tidak menyelisihinya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَأَنِيبُوا إِلَى
رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لا
تُنْصَرُونَ
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah
dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat
ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar:54)
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا
مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ
إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisaa:125)
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ
إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ
“Dan barang siapa yang menyerahkan wajahnya
(dirinya) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada
Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman:22)
Maksud dari “berpegang kepada buhul tali yang kokoh”
adalah berpegang kepada kalimat laa ilaaha illallaah dan hanya
kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. Adapun makna “menyerahkan wajahnya”
adalah taat. Sedangkan makna “sedang dia orang yang berbuat kebaikan ”
adalah orang yang bertauhid.
5. Jujur ( الصدق)
Yakni kejujuran yang menolak kedustaan, maksudnya
adalah mengucapkan kalimat syahadat dengan jujur dari hati dan lisannya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
الم أَحَسِبَ النَّاسُ
أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Alif laam miim Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak
diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut:1-3)
Dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, dari Mu’adz
bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa
salam, beliau bersabda:
ما من أحد يشهد أن لا إله
إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار
“Tidak seorang pun yang bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan
utusan-Nya secara jujur dari hatinya melainkan Allah akan haramkan dirinya dari
neraka.”
6. Ikhlas (الإخلاص)
Maksud ikhlas adalah memurnikan amal dengan niat yang
benar dari segala bentuk kesyirikan.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ
الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ
إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ
فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang
bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan
di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS
Az-Zumar:3)
وَمَا أُمِرُوا إِلا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Baiyinah:5)
Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
أسعد الناس بشفاعتي من
قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه أو نفسه
“Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku
adalah mereka yang mengucapkan laa ilaha illallaah ikhlas dari hati atau
jiwanya.”
7. Cinta (المحبة)
Maksudnya adalah mencintai kalimat syahadat dan apa
yang dituntut dan dikandungnya, mencintai orang-orang yang mengamalkan
kandungannya, mencintai orang yang teguh menjaga syarat-syaratnya, dan membenci
pembatalnya.
Allah berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ
يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan
jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka
melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya
dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS.
Al-baqarah:165)
Tanda kecintaan hamba kepada Rabb-nya
adalah mendahulukan kecintaan Rabb–nya daripada hawa nafsunya,
membenci apa yang dibenci Rabb-nya walaupun hawa nafsunya
mencintainya, loyal kepada orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya dan
memusuhi orang yang dimusuhi oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mengikuti Rasul dan
berpegang pada jalannya serta menerima petunjuknya. Seluruh tanda-tanda ini
merupakan syarat-syarat adanya kecintaan, tidak akan terwujud kecintaan
sempurna jika hilang satu syarat darinya.
Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ثلاث من كن فيه وجد بهن
حلاة الإيمان : أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ، وأن يحب المرء لا يحبه
إلا لله ، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في
النار
“Tiga perkara yang barang siapa perkara itu ada
pada dirinya maka dia akan merasakan manisnya keimanan, Allah dan RasulNya
lebih dia cinta daripada selain keduanya, seseorang yang saling mencintai
karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah
selamatkan dia darinya sebagaimana dia membenci untuk dihempaskan ke dalam
neraka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).
Beberapa ulama menambahkan syarat yang kedepalan yakni
mengingkari terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah (thogut),
berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam,
من قال لا إله إلا الله
وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله عز جل
“Barang siapa yang mengucapkan laa ilaha illa Allah
dan mengingkari apa yang diibadati selain Allah Allah haramkan harta, darah,
dan hisabnya.” (HR Muslim)
Maka semestinya terjaganya darah dan harta dengan
kalimat laa ilaha illa Allah bersama dengan pengingkaran
terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, apa pun itu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar